Ahmad Syahyana

Tentang Islam, Militer,Teknologi, Olah Raga dan Pengetahuan Umum

LightBlog

Breaking

Thursday 10 May 2018

23:00

PENGERTIAN RIBA MENURUT PARA AHLI

Kata riba disebut 20 kali dalam al-Quran. Masing-masing dalam bentuk Fiil Madhi tiga kali, Fiil Mudhari’ empat kali, dan bentuk isim dua belas kali. Secara makna bahasa kata riba diartikan dengan tambahan dan tumbuh). Maksudnya adalah tambahan atas modal sedikit maupun banyak. Dalam al-Quran, kata ini dalam berbagai bentuknya memiliki beberapa makna. Namun makna-makna tersebut mengandung unsur-unsur yang sama yang bisa dikembalikan ke arti asalnya, yakni bertambah dan tumbuh.

Misalnya, dalam al-Quran surah al-Baqarah ayat 265, kata Rabwah disebutkan dalam konteks perumpamaan tentang orang-orang yang menginfakkan harta mereka karena mengharap ridha Allah dan untuk keteguhan hati mereka, bagaikan kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat yang menghasilkan buahnya dua kali lipat.
Pengertian riba secara istilah menurut ulama bermacam-macam, diantaranya:

  • Menurut Imam Sarakhi dalam kitab al-Mabsut, sebagaimana yang dikutip oleh Heri Sudarsono, riba adalah tambahan yang diisyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya ‘iwad yang dibenarkan syariat atas penambahan tersebut.
  • Menurut al-Jurjani dalam kitab al-Ta’rifat, sebagaimana yang dikutip oleh Khoeruddin Nasution, mengatakan bahwa riba dengan kelebihan/ tambahan tanpa ada ganti/ imbalan yang disyaratkan bagi salah satu dari dua orang yang membuat transaksi (al-Riba fi al-Shar’i Huwa Fadhlun ‘an ‘Iwain Shuritha li Ahadil ‘Aqidayni).
  • Menurut Imam Ahmad ibin Hanbal sebagimana yang dikutip oleh Muhammad Syafi’i Antonio, riba adalah seseorang memiliki utang maka dikatakan kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. apabila tidak mampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga atau pinjaman) atas penambahan waktu yang telah diberikan.
  • Menurut al-Mali sebagaimana yang dikutip oleh Hendi Suhendi, riba ialah akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya”
  • Menurut Muhammad Abduh sebagaimana yang dikutip oleh Hendi Suhendi, bahwa yang dimaksud dengan riba ialah penambahan­penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.

KESIMPULAN
Riba adalah suatu tambahan yang tidak dibolehkan dalam Islam karena memberatkan serta yang membuat orang yang diharuskan membayar bunga itu menjadi terzaimi..!!

Thursday 29 March 2018

10:17

Undang - Undang Nomor 21 & Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 Tentang Perbankan Syari'ah



A. UU No. 21 Tentang Perbankan Syari'ah

BAB I :Ketentuan Umum

      Memberikan penjelasan mengenai definisi dan pengertian yang digunakan di undang-undang ini.

BAB II  :Asas, Tujuan, dan Fungsi

      Mengatur tentang prinsip syariah yang digunakan, serta menganut demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Ketentuan fungsi bank syariah juga dipaparkan, dengan tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional yang meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

BAB III :Perizinan

       Bentuk Badan Hukum, Anggaran Dasar, dan Kepemilikan Mengatur tentang tata cara dan persyaratan dalam perizinan usaha bank syariah, serta ketentuan mengenai badan hukumnya. Anggaran dasar dan ketentuan kepemilikan juga diatur di bab ini.

BAB IV  :Jenis dan Kegiatan Usaha

      Kelayakan Penyaluran Dana, dan Larangan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Memberikan ketentuan mengenai jenis serta kegiatan usaha bank syariah dan unit usaha syariah, serta ketentuan mengenai kelayakan penyaluran dana. Sejumlah larangan bagi bank syariah dan unit usaha syariah juga diatur dalam bab ini.

BAB V :Pemegang Saham Pengendali

      Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Direksi, dan Tenaga Kerja Asing Aturan ini memberikan ketentuan dan persyaratan mengenai pemegang saham pengendali, dewan komisaris, serta direksi. Dijelaskan juga mengenai Dewan Pengawas Syariah yang wajib dibentuk dan diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. Tenaga kerja asing juga bisa digunakan selama sesuai peraturan perundang-undangan.

BAB VI :Tata Kelola

     Prinsip Kehati-hatian, dan Pengelolaan Risiko Perbankan Syariah Aturan ini memberikan ketentuan mengenai tata kelola yang mencakup prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran. Selain menerapkan prinsip kehati-hatian, bank syariah dan unit usaha syariah wajib memberikan laporan keuangan kepada Bank Indonesia berupa neraca tahunan dan perhitungan laba rugi tahunan serta penjelasannya. Pengelolaan risiko juga dilakukan dengan prinsip mengenal dan melindungi nasabah.

BAB VII :Rahasia Bank

      Aturan yang menegaskan kewajiban untuk merahasiakan keterangan nasabah, tapi ada sejumlah pengecualian yang dibahas di bab ini.

BAB VIII :Pembinaan dan Pengawasan

      Aturan yang menyebutkan peran Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas bank syariah dan unit usaha syariah. Sejumlah ketentuan yang wajib dilakukan bank syariah dan unit usaha syariah juga dipaparkan di bab ini.

BAB IX :Penyelesaian Sengketa

      Aturan yang memaparkan mengenai penyelesaian sengketa, yang tak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.

BAB X :Sanksi Administratif

      Aturan yang memaparkan mengenai sanksi administratif yang bisa ditetapkan Bank Indonesia kepada para pelanggar ketentuan undang-undang ini. Proses pemberian sanksi administratif juga dipaparkan di bab ini.

BAB XI :Ketentuan Pidana

      Memberikan paparan mengenai sanksi pidana yang bisa dikenakan kepada para pelanggar undang-undang ini. Ancaman pidana pun akan diberikan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

BAB XII :Ketentuan Peralihan

       Setelah undang-undang ini berlaku, maka bab ini menjelaskan mengenai proses peralihan yang harus dilakukan.

BAB XIII :Ketentuan Penutup

      Memberikan penjelasan mengenai sejumlah undang-undang lain terkait aktivitas perbankan syariah yang tetap berlaku sepanjang tak bertentangan dengan undang-undang ini. Undang-undang tentang Perbankan Syariah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan pada 16 Juli 2008.

B. PSAK NO. 59 Tentang Perbankan Syari'ah

1. Pengertian dan Tujuan PSAK NO. 59 

      PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 59 merupakan pernyataan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengenai Akuntansi Perbankan Syari’ah. Standar ini banyak merujuk pada AAOIFI. Sebagaimana telah dijelaskan di dalam kerangka teori, yang berupa pengertian bank, pengertian syariah serta perbedaan antara bank konvensional dengan bank syariah, serta pengadobsian PSAK 59 berdasarkan AAOIFI singkatan Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions). Akhirnya di Indonesia pada awal 1992-2002 atau 10 tahun Bank Syariah tidak memiliki PSAK khusus.

         PSAK ini disahkan tgl 1 Mei 2002, berlaku mulai 1 Januari 2003 atau pembukuan yang berakhir tahun 2003. Berlaku hanya dalam tempo 5 tahun. Berdasarkan pernyataan yang dikutip dari SAK Mei 2002, menjelaskan tentang: “PSAK No.59 adalah awal lahirnya standar mengenai akuntansi syariah. PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) pada tanggal 1 Mei 2002. Walaupun PSAK 59 sudah tidak berlaku lagi, namun inilah tonggak dari keperluan kita akan akuntansi syariah”.

            Adapun inti dari PSAK 59 yaitu pernyataan ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi (pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan) transaksi khusus yang berkaitan dengan aktivitas bank syariah. Ruang lingkup dalam pernyataan ini diterapkan untuk bank umum syariah, bank perkreditan rakyat syariah, dan kantor cabang syariah bank konvensional yang beroperasi di Indonesia.

       Laporan keuangan bank syariah yang lengkap terdiri atas beberapa komponen yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan dana investasi terikat, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah, laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan, dan catatan atas laporan keuangan

2. Kronologis  Penyusunan PSAK Perbankan Syariah

a. Januari – Juli 1999, masyarakat mulai memberi usulan mengenai standar akuntansi untuk bank syariah.
b. Juli 1999, usulan masuk agenda dewan konsultan SAK.
c. Agustus 1999, dibentuk tim penyusunan pernyataan SAK bank syariah.
d. Desember 2000, Tim penyusunan menyelesaikan konsep exposure draf.
e. 1 Juli 2001, exposure draft disahkan mengenai kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan bank syariah dan PSAK akuntansi syariah.
f. 1 Mei 2002, pengesahan kerangka dasar penyusunan dan penyusunan dan pengajian  laporan keuangan Bank Syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.
g. 1 Januari 2003, mulai berlaku kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan bank syariah dan PSAK Akuntansi Syariah.

3. Pencabutan PSAK NO. 59

          PSAK ini hanya berlaku selama 5 tahun dan akhirnya dibentuklah standar khusus akuntansi syariah. Ada beberapa alasan mengapa PSAK 59 ini dicabut, yaitu:

a. PSAK 59 ini dianggap tidak dapat mengakomodir perkembangan akuntansi syariah yang semakin pesat,
b. Akuntansi syariah bukan hanya terbatas terhadap penyajian laporan keuanganan saja, tetapi sangatlah luas, meliputi beberapa hukum syariah.
c. Perbankan syariah sudah tumbuh dan sangat berkembang pesat, sehingga dibutuhkan suatu standar yang lebih baik.
d. Dibutuhkan suatu standar khusus mengenai perbankan syariah, walaupun standar tersebut masih merupakan bagian dari SAK.
e. Pengkhususan standar akuntansi khusus syariah merupakan langkah serius dalam mengembangkan perekonomian di Indonesia, khususnya perbankan syariah.
f. Dengan adanya standar khusus syariah, diharapkan dapat menarik minat investor untuk menanamkan.

4. Penerbitan Standar Akuntansi  Khusus Syariah

           Keberadaan PSAK Syariah yang baik akan mendorong terciptanya sistem akuntansi yang baik pula, sehingga akan tersedia informasi yang dapat dipercaya. peran keberadaan PSAK Syariah yang matang, berimbas pada perkembangan Lembaga Keuangan Syariah.

          Standar AAOIFI menjadi rujukan utama dalam pembentukan PSAK Syari’ah yang ada saat ini karena lembaga tersebut menyediakan standar yang tidak diatur dalam IFRS sehingga dapat membuat aktifitas perbankan syari’ah berjalan lancar. Adapun PSAK Syari’ah yang telah dikeluarkan oleh IAI ialah:

a. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah
b. PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah
c. PSAK 102: Akuntansi Murabahah
d. PSAK 103: Akuntansi Salam
e. PSAK 104: Akuntansi Istishna’
f. PSAK 105: Akuntansi Mudharabah
g. PSAK 106: Akuntansi Musyarakah
h. PSAK 107: Akuntansi Ijarah
i.  PSAK 108: Akuntansi Penyelesaian Utang Murabahah Bermasalah
j.  PSAK 109: Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah
k. PSAK 110: Akuntansi Hawalah
l.  PSAK 111: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah

          Keberadaan PSAK Syariah yang baik akan mendorong terciptanya sistem akuntansi yang baik pula, sehingga akan tersedia informasi yang dapat dipercaya. peran keberadaan PSAK Syariah yang matang, berimbas pada perkembangan Lembaga Keuangan Syariah.

      PSAK Syari’ah yang ada saat ini diterapkan sebagai pedoman perbankan syari’ah dalam membuat laporan keuangan dan menentukan tindakan atas berbagai aktifitas yang berkaitan dengan produk & jasa perbankan syari’ah sehingga bisa dilihatsharia compliance nya dan menjadi pertimbangan tersendiri bagi para stakeholders.

             :  Mutiara Ilmu Syariah
             :  Gudang Ilmu Syariah
















A. UU No. 21 Tentang Perbankan Syari'ah



BAB I :Ketentuan Umum

         Memberikan penjelasan mengenai definisi dan pengertian yang digunakan di undang-undang ini.

BAB II  :Asas, Tujuan, dan Fungsi


       Mengatur tentang prinsip syariah yang digunakan, serta menganut demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Ketentuan fungsi bank syariah juga dipaparkan, dengan tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional yang meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

BAB III :Perizinan

       Bentuk Badan Hukum, Anggaran Dasar, dan Kepemilikan Mengatur tentang tata cara dan persyaratan dalam perizinan usaha bank syariah, serta ketentuan mengenai badan hukumnya. Anggaran dasar dan ketentuan kepemilikan juga diatur di bab ini.


BAB IV  :Jenis dan Kegiatan Usaha


   Kelayakan Penyaluran Dana, dan Larangan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Memberikan ketentuan mengenai jenis serta kegiatan usaha bank syariah dan unit usaha syariah, serta ketentuan mengenai kelayakan penyaluran dana. Sejumlah larangan bagi bank syariah dan unit usaha syariah juga diatur dalam bab ini.


BAB V :Pemegang Saham Pengendali

     Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Direksi, dan Tenaga Kerja Asing Aturan ini memberikan ketentuan dan persyaratan mengenai pemegang saham pengendali, dewan komisaris, serta direksi. Dijelaskan juga mengenai Dewan Pengawas Syariah yang wajib dibentuk dan diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. Tenaga kerja asing juga bisa digunakan selama sesuai peraturan perundang-undangan.


BAB VI :Tata Kelola

    Prinsip Kehati-hatian, dan Pengelolaan Risiko Perbankan Syariah Aturan ini memberikan ketentuan mengenai tata kelola yang mencakup prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran. Selain menerapkan prinsip kehati-hatian, bank syariah dan unit usaha syariah wajib memberikan laporan keuangan kepada Bank Indonesia berupa neraca tahunan dan perhitungan laba rugi tahunan serta penjelasannya. Pengelolaan risiko juga dilakukan dengan prinsip mengenal dan melindungi nasabah.


BAB VII :Rahasia Bank

         Aturan yang menegaskan kewajiban untuk merahasiakan keterangan nasabah, tapi ada sejumlah pengecualian yang dibahas di bab ini.



BAB VIII :Pembinaan dan Pengawasan


      Aturan yang menyebutkan peran Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas bank syariah dan unit usaha syariah. Sejumlah ketentuan yang wajib dilakukan bank syariah dan unit usaha syariah juga dipaparkan di bab ini.

BAB IX :Penyelesaian Sengketa

           Aturan yang memaparkan mengenai penyelesaian sengketa, yang tak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.

BAB X :Sanksi Administratif


          Aturan yang memaparkan mengenai sanksi administratif yang bisa ditetapkan Bank Indonesia kepada para pelanggar ketentuan undang-undang ini. Proses pemberian sanksi administratif juga dipaparkan di bab ini.

BAB XI :Ketentuan Pidana


          Memberikan paparan mengenai sanksi pidana yang bisa dikenakan kepada para pelanggar undang-undang ini. Ancaman pidana pun akan diberikan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

BAB XII :Ketentuan Peralihan


         Setelah undang-undang ini berlaku, maka bab ini menjelaskan mengenai proses peralihan yang harus dilakukan.

BAB XIII :Ketentuan Penutup


        Memberikan penjelasan mengenai sejumlah undang-undang lain terkait aktivitas perbankan syariah yang tetap berlaku sepanjang tak bertentangan dengan undang-undang ini. Undang-undang tentang Perbankan Syariah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan pada 16 Juli 2008.



B. PSAK NO. 59 Tentang Perbankan Syari'ah


1. Pengertian dan Tujuan PSAK NO. 59 






PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 59 merupakan pernyataan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengenai Akuntansi Perbankan Syari’ah. Standar ini banyak merujuk pada AAOIFI. Sebagaimana telah dijelaskan di dalam kerangka teori, yang berupa pengertian bank, pengertian syariah serta perbedaan antara bank konvensional dengan bank syariah, serta pengadobsian PSAK 59 berdasarkan AAOIFI singkatan Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions). Akhirnya di Indonesia pada awal 1992-2002 atau 10 tahun Bank Syariah tidak memiliki PSAK khusus.






PSAK ini disahkan tgl 1 Mei 2002, berlaku mulai 1 Januari 2003 atau pembukuan yang berakhir tahun 2003. Berlaku hanya dalam tempo 5 tahun. Berdasarkan pernyataan yang dikutip dari SAK Mei 2002, menjelaskan tentang: “PSAK No.59 adalah awal lahirnya standar mengenai akuntansi syariah. PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) pada tanggal 1 Mei 2002. Walaupun PSAK 59 sudah tidak berlaku lagi, namun inilah tonggak dari keperluan kita akan akuntansi syariah”.






Adapun inti dari PSAK 59 yaitu pernyataan ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi (pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan) transaksi khusus yang berkaitan dengan aktivitas bank syariah. Ruang lingkup dalam pernyataan ini diterapkan untuk bank umum syariah, bank perkreditan rakyat syariah, dan kantor cabang syariah bank konvensional yang beroperasi di Indonesia.






Laporan keuangan bank syariah yang lengkap terdiri atas beberapa komponen yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan dana investasi terikat, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah, laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan, dan catatan atas laporan keuangan





2. Kronologis  Penyusunan PSAK Perbankan Syariah






a. Januari – Juli 1999, masyarakat mulai memberi usulan mengenai standar akuntansi untuk bank syariah.                


b. Juli 1999, usulan masuk agenda dewan konsultan SAK.


c. Agustus 1999, dibentuk tim penyusunan pernyataan SAK bank syariah.


d. Desember 2000, Tim penyusunan menyelesaikan konsep exposure draf.


e. 1 Juli 2001, exposure draft disahkan mengenai kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan bank syariah dan PSAK akuntansi syariah.


f. 1 Mei 2002, pengesahan kerangka dasar penyusunan dan penyusunan dan pengajian  laporan keuangan Bank Syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.


g. 1 Januari 2003, mulai berlaku kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan bank syariah dan PSAK Akuntansi Syariah.




     3. Pencabutan PSAK NO. 59




PSAK ini hanya berlaku selama 5 tahun dan akhirnya dibentuklah standar khusus akuntansi syariah. Ada beberapa alasan mengapa PSAK 59 ini dicabut, yaitu:




a. PSAK 59 ini dianggap tidak dapat mengakomodir perkembangan akuntansi syariah yang semakin pesat,


b. Akuntansi syariah bukan hanya terbatas terhadap penyajian laporan keuanganan saja, tetapi sangatlah luas, meliputi beberapa hukum syariah.


c. Perbankan syariah sudah tumbuh dan sangat berkembang pesat, sehingga dibutuhkan suatu standar yang lebih baik.


d. Dibutuhkan suatu standar khusus mengenai perbankan syariah, walaupun standar tersebut masih merupakan bagian dari SAK.


e. Pengkhususan standar akuntansi khusus syariah merupakan langkah serius dalam mengembangkan perekonomian di Indonesia, khususnya perbankan syariah.


f. Dengan adanya standar khusus syariah, diharapkan dapat menarik minat investor untuk menanamkan.




      4. Penerbitan Standar Akuntansi  Khusus Syariah




Keberadaan PSAK Syariah yang baik akan mendorong terciptanya sistem akuntansi yang baik pula, sehingga akan tersedia informasi yang dapat dipercaya. peran keberadaan PSAK Syariah yang matang, berimbas pada perkembangan Lembaga Keuangan Syariah.




Standar AAOIFI menjadi rujukan utama dalam pembentukan PSAK Syari’ah yang ada saat ini karena lembaga tersebut menyediakan standar yang tidak diatur dalam IFRS sehingga dapat membuat aktifitas perbankan syari’ah berjalan lancar. Adapun PSAK Syari’ah yang telah dikeluarkan oleh IAI ialah:




a.       Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah


b.      PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah


c.       PSAK 102: Akuntansi Murabahah


d.      PSAK 103: Akuntansi Salam


e.       PSAK 104: Akuntansi Istishna’


f.       PSAK 105: Akuntansi Mudharabah


g.      PSAK 106: Akuntansi Musyarakah


h.      PSAK 107: Akuntansi Ijarah


i.        PSAK 108: Akuntansi Penyelesaian Utang Murabahah Bermasalah


j.        PSAK 109: Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah


k.      PSAK 110: Akuntansi Hawalah


l.        PSAK 111: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah






Keberadaan PSAK Syariah yang baik akan mendorong terciptanya sistem akuntansi yang baik pula, sehingga akan tersedia informasi yang dapat dipercaya. peran keberadaan PSAK Syariah yang matang, berimbas pada perkembangan Lembaga Keuangan Syariah.



PSAK Syari’ah yang ada saat ini diterapkan sebagai pedoman perbankan syari’ah dalam membuat laporan keuangan dan menentukan tindakan atas berbagai aktifitas yang berkaitan dengan produk & jasa perbankan syari’ah sehingga bisa dilihatsharia compliance nya dan menjadi pertimbangan tersendiri bagi para stakeholders.






Sumber : UU No. 21 Tahun 2008



              :  Mutiara Ilmu Syariah



              :  Gudang Ilmu Syariah